Rukun iman yang keenam, atau tingkatan kepercayaan yang paling akhir
ialah qadha dan qadar. Ringkasan kepercayaan ini ialah bahwa segala sesuatu
yang terjadi dalam alam ini atau terjadi pada diri kita manusia sendiri, buruk
dan baik, naik dan jatuh, senang dan sakit, dan segala gerak-gerik hidup kita,
semuanya tidaklah lepas pada “taqdir” atau ketentuan Illahi. Tidak lepas dari
pada qadar artinya jangka yang telah tertentu, dan qadha artinya ketentuan.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Qadha adalah ketentuan Allah yang berlaku bagi setiap
makhluk sejak zaman azali. Qadha juga bisa diartikan sebagai hukum Allah SWT
yang telah Dia tentukan untuk alam semesta alam ini dan Dia jalankan alam ini
sesuai dengan konsekuensi hukumnya dari sunnah-sunnah yang Dia kaitkan antara
akibat dengan sebab-sebabnya, semenjak Dia menghendakinya sampai
selama-lamanya.
Qadar yaitu perwujudan qadha Tuhan bagi manusia
setelah berusaha (ikhtiar), dapat juga diartikan sebagai penentuan atau
pembatasan ukuran segala sesuatu sebelum terjadinya dan menulisnya di lauhil
mahfudz.
Beriman kepada qadar yaitu membenarkan dengan sesungguhnya bahwa yang
terjadi baik dan buruk itu adalah atas qadha dan qadar Allah.
Segala yang terjadi pada alam semesta dan pada jiwa
manusia semua itu sudah ditakdirkan oleh Allah dan ditulis sebelum
diciptakannya makhluk. Semua yang telah ditakdirkan Allah adalah untuk sebuah
hikmah yang diketahui oleh-Nya. Allah tidak pernah menciptakan kejelekan yang
murni, akan tetapi ia masih dalam rentetan makhluknya. Segala sesuatu apabila
dinisbatkan kepada Allah adalah keadilan, rahmat dan hikmah. Maka keburukan
murni tidak termasuk ke dalam sifat Allah dan tidak juga ke dalam
perbuatan-Nya. Dia memiliki kesempurnaan mutlak. Firman Allah yang artinya : “Apasaja nikmat yang kamu peroleh adalah dari
Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”.
(QS. An Nisa: 79).
Pada suatu malam, selepas menunaikan sholat isya, Rasulullah
saw mengunjungi rumah menantu rumah menantunya. Ali ra saat itu dilihat
menantunya sudah tidur lelap, sedang waktu masih terlampau sore. Rasulullah saw
lalu berkata: “Alangkah baiknya kalau
sebagian dari waktu malammu dipergunakan untuk melakukan shalat sunat”. Ali
ra menjawab: “ya Rasulullah, diri kita
semua ini berada dalam genggaman kekuasaan Allah. Jikalau dia menghendakinya,
tentu dilimpahkan oleh-Nya rahmat kepada kita, dan jikalau Dia menghendaki
tentu ditariknya kembali rahmat itu”.
Mendengar jawaban itu, Rasulullah saw dengan nada
kecewa, keluar meninggalkan rumah menantunya itu sambil memukul-mukul pahanya
dan berkata “Sungguh manusia itu amat
banyak sekali membantah-Nya”.
Riwayat tersebut memberi petunjuk terhadap
ketidaksetujuan Rasulullah saw kepada mereka yang berpandangan bahwa segala
sesuatu tergantung kepada kehendak Tuhan semata, dan kurang memperhatikan peran
kerja atau amal ibadah.
B. Tingkatan Beriman Kepada
Takdir
1.
Al Ilm (pengetahuan)
Yaitu mengimani dan meyakini bahwa Allah Maha Tahu atas segala sesuatu.
Dia mengetahui apa yang ada di langit and bumi, tak asa sesuatu pun yang
tersembunyi bagi-Nya.
2.
Al Kitabah (penulisan)
Yaitu percaya bahwa Allah telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam
lauhil mahfudz yang ada di sisi-Nya. Tiada sesuatu pun yang terlupakan.
3.
Al Masyi’ah (kehendak)
Yaitu segala sesuatu yang terjadi, atau tidak terjadi di langit dan bumi
adalah kehendak Allah, dan Allah telah menetapkan bahwa apa yang diperbuat-Nya
adalah dengan kehendak-Nya.
4.
Al Khalq (penciptaan)
Yaitu mengimani bahwa apa yang terjadi dari perbuatan Allah adalah
ciptaan-Nya. Segala yang ada di langit dan bumi, dan seisinya adalah ciptaan
Allah termasuk apa yang terjadi dalam makhluk-Nya seperti sifat, perubahan dan
keadaan.
C. Macam-macam Takdir
1.
Takdir Azali
Meliputi segala hal dalam 50.000 tahun sebelum
terciptanya langit dan bumi, ketika Allah menciptakan Al Qalam dan
memerintahkannya menulis segala apa yang ada sampai hari kiamat.
2.
Takdir Umuri
Takdir yang diberlakukan atas manusia pada awal
penciptaannya, ketika pembentukan air sperma sampai pada masa sesudah itu dan
bersifat umum, rezeki, perbuatan, kebahagiaan dan kesengsaraan.
3.
Takdir Sanawi
Takdir yang dicatat pada malam lailatul qadar setiap
tahun. Pada malam itu ditulislah semua apa yang bakal terjadi dalam 1 tahun,
mulai dari kebaikan, keburukan, rezeki, ajal dan lain-lain.
4.
Takdir Yaumi
Dikhususkan untuk semua peristiwa yang telah
ditakdirkan dalam 1 hari, mulai dari penciptaan, rezeki, menghidupkan,
mematikan, mengampuni dosa, dan menghilangkan kesusahan dan sebagainya.
D. Iman Kepada Qadha dan
Qadar Kaitannya dengan Perkembangan Islam
Menurut Abdul Mudhaffar Ibnus Sam’ani, cara mengetahui
adanya qadha dan qadar, ialah melalui Al-Qur’an dan sunnah, bukan logika dan
akal. Maka barang siapa tidak berpegang kepada Al-Qur’an dan as Sunnah, ia
sesat dalam laut keheranan, tidak dapat menemukan penawar yang menyejukkan,
mententramkan jiwa. Karena qadar itu adalah rahasia Allah, yang hanya Allah
sendiri yang mengetahuinya. Allah menyembunyikan rahasia-rahasia itu dari
penglihatan manusia dan ilmu mereka. Karena ada hikmat yang Allah sendiri yang mengetahuinya.
Nabi dan malaikat tidak dapat mengetahuinya.
Perkataan ini sepintas lalu dapat dikatakan
bertentangan awalnya dengan akhirnya. Akan tetapi pertentangan itu hilang
apabila kita mengetahui mengenai qadha dan qadar ini. Dan dikehendaki dengan
akhir ketetapan ini ialah apa yang Allah telah tetapkan bagi setiap
makhluk-Nya.
Ringkasnya, hendaklah kita cukupi dalam masalah ini
apa yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan as sunnah, tidak membahasnya lebih
lanjut lagi, karena akan membawa kepada sesuatu yang sebenarnya tidak dapat
diketahui akal manusia dan tidak ada kaitannya dengan kebahagiaan kehidupan
manusia di dunia ini ataupun di akhirat.
Sahabat-sahabat Rasulullah saw telah mencukupi dengan
dalil-dalil yang diperoleh dari Al-Qur’an dan as sunnah. Dengan berpegang
kepada Al-Qur’an dan as sunnah, mereka disegani. Keimanan mereka kepada qadar,
sedikitpun tidak menghalangi mereka berusaha untuk mencapai kemajuan dunia dan
kebajikan akhirat. Bahkan keimanannya kepada qadar, menambah keberanian mereka
dalam berjuang mengembangkan agama Allah.
E. Faedah Iman Kepada Qadha
dan Qadar
Kita beriman kepada qadha dan qadar, menghasilkan
faedah yang besar dalam kehidupan kita para mukmin. Allah menciptakan manusia
menyukai hidup, menggemari kenikmatannya, selalu berusaha menghasilkan
kemanfaatan bagi dirinya, tidak menyukai sakit, sangat berkeluh kesah apabila
bencana menimpanya.
Hal-hal di atas merupakan salah satu kekurangan
manusia dan mendorongnya membuat kejahatan. Karenanya tidaklah layak bagi orang
yang mengobati jiwa manusia, mengabaikan urusan pengobatan dan memperburuk
keadaan. Jika tidak, suburlah pada manusia tabiat cinta diri dan mengutamakan
diri sendiri dan putuslah hubungannya dengan orang-orang yang ada disekitarnya,
apabila dia memperoleh kebajikan, dan timbullah keluh kesahnya dan lemahlah
cita-citanya apabila ditimpa bencana.
Orang yang berpendapat bahwa dia berkuasa atas dirinya
sendiri, segala kebajikan yang diperolehnya hanyalah karena kepandaian dan
kecakapannya, tentulah dia terperdaya, tentulah dia congkak dan angkuh, lalu
karenanya putuslah hubungannya dengan masyarakat, tidak lagi bersyukur kepada
Tuhannya. Orang yang ditimpa bencana dengan anggapan bahwa hal itu dideritanya,
lantara semata-mata kesalahannya, kekeliruannya, mengkin akan terlalu menyesali
dirinya, atau menjadi dendam kepada orang-orang di sekitarnya. Dia tidak
menemukan sesuatu yang dapat menghibur hatinya, lalu lemahlah azimahnya. Dan
kadang-kadang dia beranggapan apabila bencana itu terus menerus menimpanya,
bahwa dia tidak mampu menolak bencana, lalu timbullah putus asa, maka dia pun
menjadi nekad membunuh diri.
Maka jalan yang paling baik untuk memelihara manusia
dari sikap pongah, congkak dan sombong, apabila dia memperoleh kebajikan, dan
menghibur hatinya, apabila dia tertimpa kesusahan, ialah iman, bahwa segala apa
yang telah terjadi adalah karena demikianlah takdir azali.
Mukmin yang percaya kepada qadha Allah dan qadar-Nya
sangat jauh dari tabiat dengki yang mendorongnya kepada kejahatan, karena dia
beranggapan bahwa mendengki manusia terhadap nikmat-nikmat yang diperolehnya,
berarti dengaki kepada nikmat Allah; dan dia menyukai bagi orang lain, apa yang
dia sukai bagi dirinya sendiri. Dia berusaha mencapai kebahagiaan melalui jalan
yang telah digariskan agama. Dia beramal dengan jiwa yang tenang dan berani,
serta berpegang kepada Allah sendiri dengan tetap memohon taufiq dan inayah,
dia memuji Allah dan mensyukuri-Nya terhadap pemberian Allah kepadanya. Dan
jika dia gagal, tidaklah dia berkeluh kesah, tidaklah lemah azimahnya dan
tidaklah menyerah kalah kepada kegundahan serta tidak menaruh dendam kepada
seseorang pun.
Mukmin yang beriman kepada qadha dan qadar-Nya,
bersifat berani, tidak penakut; karena dia beritikad bahwa tidak terjadi
kesukaran atau kemudahan, kekayaan atau kepapaan, hidup dan mati, melainkan
dengan ketentuan Allah. Orang itu bekerja dengan sebaik-baiknya. Dia tidak
takut melainkan kepada Allah. Dan dia tidak mengharap, melainkan rahmat dan
keridhaan Allah SWT.
PENUTUP
Iman kepada qadha dan qadar adalah rukun iman yang keenam. Sebagai umat
Islam kita wajib percaya adanya qadha dan qadar Allah. Karena Allah tidak akan
menciptakan dan menggariskan sesuatu dari muka bumi ini dengan sia-sia,
semuanya pasti mengandung manfaat dan mengandung pelajaran yang bisa diambil
oleh manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar